Sunday, December 23, 2018

Part 6

kriiing..kriiing..kriiing.. ponselku berdering.

"Hallo Assala..." jawabku saat mengangkat telepon.

"Cha lagi dimana sekarang ? kerja gak ?" sambung pamanku setelah berhasil memotong salamku.

"emmmh.. lagi dirumah mang, masuk siang, ada apa mang?" tanyaku penasaran. (mamang adalah sebutan untuk pamanku dalam bahasa sunda)

"Nanti pulang kerja langsung kesini aja yaa..temenin oyot dirumah, soalnya mamang mau pergi ke Bandung besok pagi. mau dijemput gak pulangnya ke stasiun?" lanjut pamanku. (oyot adalah sebutan untuk nenek di keluargaku).

"Ohh..iya mang nanti pulang kerja langsung kesana, nanti dianterin sama bapak aja lah mang, tapi icha pulang bisa sampe jam 1-an sampe sana, kalo bisa mamang jangan dulu tidur ya." timpalku menjelaskan.

"oh iya yaudah, sipp." singkat pamanku.

"emang mamang ...........tutt..tutt...tutt..."
Ternyata panggilan telepon dari pamanku sudah diakhiri begitu saja, yaa begitulah pamanku.

Pamanku ini adalah anak terakhir dari nenekku, dia adalah adik kandung dari bapakku, ciri-ciri nya memiliki rambut keriting, bola mata berwarna cokelat, bermata sipit, berkulit putih, tinggi, dan tampan. HAHAHA. Enough !

Pamanku tinggal bersama nenekku, saat itu pamanku bekerja disalah satu Pabrik Sepatu yang cukup terkenal di Tangerang. Pamanku seorang Mekanik Mesin yang sangat handal sekali, karena sebab itu dia salah satu karyawan yang di percayai atasannya untuk membantu mekanik di perusahaan lain di daerah Bandung untuk beberapa bulan, saat itulah peranku dimulai untuk selalu siap sedia menemani nenekku saat paman sedang diluar kota. Pamanku selalu mengandalkan aku untuk hal itu, padahal keponakannya cukup banyak sekali selain aku, tapi disaat-saat seperti itu nama aku lah yang pertama kali dia cari di handphonenya.

"Mah..mah..icha nanti pulang kerja mau langsung kerumah oyot yaa, tadi mamang nelepon, besok mau ke Bandung lagi katanya." ceritaku kepada mamah.

"Ohh iyaaa...mamang kamu emang harus kesana lagi, tadi mandor mamah di pabrik juga cerita, yaudah sana siap-siapin aja bajunya, nanti malem pas bapak kamu ngejemput dibawain sekalian."jawab mamahku.

Mamahku dan pamanku memang bekerja di perusahaan yang sama namun dengan profesi yang berbeda, maka dari itu mamahku selalu tahu kabar apapun mengenai pamanku.

Sebenarnya untuk menginap dirumah nenekku ini cukup berat sekali, banyak hal yang harus aku persiapkan seperti,

  • Harus siap tidur sendirian ( karena kamar nenekku menggunakan "kelambu" aku tidak bisa tidur menggunakan kelambu karena pernah mengalami hal mistis tentang kelambu saat aku kecil, maka dari itu aku memilih tidur sendiri dikamar pamanku..hehe)
  • Ke kamar mandi sendirian  (ini enggak banget sih, soalnya kamar mandi dirumah nenekku cukup luas dan cukup angker)
  • Jarak tempuh yang sangat jauh dari rumah nenekku menuju Stasiun, sehingga aku harus menaiki ancot dua kali untuk menuju stasiun saat berangkat kerja.
  • Bangun pagi lebih awal dari nenekku (biasanya kalo dirumah aku selalu ekstra malas-malasan hehe) dan,
  • Gak bisa berantem sama adikku tersayang.
Rumah nenekku ini memang jauh lebih nyaman dibandingkan dengan rumah kontrakan yang keluargaku tinggali, yang biasanya aku, adikku dan orangtuaku selalu berkumpul diruangan yang sama setiap harinya karena memang hanya ruangan itu yang cukup menampung sampai empat orang, tapi lain dengan rumah nenekku. 

Tapi disisi lain, rumah nenekku ini cukup terkenal ANGKER oleh tetangga sekitar, awalnya aku tidak pernah menggubris perkataan mereka, tapi lama-kelamaan aku sendiri yang mengalami hal-hal aneh itu dirumah nenekku.

Disaat malam tiba, aku selalu melakukan ritual khusus agar bisa tertidur dengan nyaman, yaitu mengencangkan volume Televisi, memakai earphone dan play musik sekencang-kencangnya dikamar pamanku yang aku tiduri, kelihatannya memang sangat mengganggu dan tidak layak untuk dilakukan sebelum tidur, tapi untuk yang kesekian kalinya ini adalah cara yang paling ampuh untuk bisa membawaku tidur, karena sebelum aku mengenal ritual aneh ini, setiap malam aku pasti mendengar suara-suara aneh seperti suara tangisan perempuan, suara seperti kuda bercekikik, dan suara-suara barang yang bergerak, ditambah dengan kamar tengah yang tidak ditempati dan selalu dikunci saat pamanku pergi
Maka dari itu aku selalu melakukan hal itu sebelum aku tidur. Tapi anehnya nenekku tidak pernah mengalami hal mistis apapun dirumah itu.
Aku juga pernah bermimpi melihat sosok makhluk bertubuh besar, dipenuhi bulu-bulu yang hitam dan berwajah menyeramkan berdiam di sudut bak kamar mandi yang kosong, awalnya aku hanya mengira itu hanya mimpi buruk saja, tapi ternyata saat ada salah satu keluarga nenekku yang sedang berkunjung kerumah ini, memang benar adanya sosok makhluk itu menempati kamar mandi nenekku dan dengan posisi yang sama persis dengan mimpiku, itu karena dia mampu melihat makhluk seperti itu, dikamar tengah juga ada penunggunya ternyata, katanya sih nenek-nenek, jadi selama ini aku nemenin dua nenek-nenek sekaligus dirumah ini.. Wagilasihhh...

Dan pada saat itu, orang yang berani menempati kamar pamanku hanya aku, keluargaku yang lainnya tidak pernah mau masuk sekalipun ke kamar pamanku itu, karena memang suhu ruangan yang sangat berbeda dengan kamar nenekku, juga karena kamar pamanku itu sering sekali kosong.
Saat ada keluargaku yang menginap dirumah nenekku, mereka lebih memilih untuk tidur diruang tengah dengan beralaskan kasur lantai saja.

(Bersambung)




Thursday, December 6, 2018

Part 5

Kali ini aku akan sedikit bercerita tentang proses awal mula bertemu dan akhirnya kenal dengan Pak Agus (part 4).

Malam itu pada pukul 22.28 wib di Stasiun Palmerah.
Seperti biasa, sembari menunggu kereta KRL datang, aku selalu duduk bersandar dibawah lampu peron yang terlihat sedikit redup sambil memantau pesan BBMassanger yang masuk, atau sekedar melihat news feed di akun Facebookku. Alasanku yang selalu duduk bersandar dibawah lampu itu hanya karena biasanya tidak banyak orang yang menunggu ditempat itu karena sama sekali tidak tersedia bangku untuk duduk, tapi bagiku itu bukan masalah, yang terpenting adalah aku bisa duduk dan dapat sedikit meregangkan otot kakiku yang sedikit menegang tak peduli dimanapun tempatnya. 

"Hossh..Tumben bener nih kereta belom dateng-dateng.." gerutuku cemas, karena melihat waktu sudah menunjukkan pukul 23.20, padahal seharusnya kereta tiba pukul 22.46, delay 34 menit.

Sebelum aku menanyakan perihal keterlambatan kereta KRL kepada PKD area peron, aku sudah terlebih dahulu mendengarkan desas desus calon penumpang lain yang menggerutu kesal di area peron.

"Tadi kata PKD nya, KRL yang jadwalnya jam 22.46 itu di cancel, ada kesalahan teknis di Stasiun Tanah Abang, dan ada dua rangkaian kereta yang terpaksa harus dibatalkan berangkat, jadi kereta jam 22.46 sama kereta jadwal terakhir itu gak akan lewat pak..tapi katanya masih ada kereta ekonomi yang ke Stasiun Rangkas Bitung sih pak.. itu juga seharusnya kereta ekonomi itu jadwalnya sebelum kereta KRL 22.46 datang..parah banget ya malem ini jadwal keretanya berantakan.. " 

Nah begitulah kira-kira isi percakapan beberapa calon penumpang KRL yang gagal malam itu.

Zzzzz...zzzz....zzzzzz....
Handphoneku bergetar.
terlihat tulisan "Mamahku Sayang memanggil"

"Hallo Assalamualaikum mahh.." menjawab telepon mamah.

"Teh..teteh masih dimana iniiii... bapak katanya udah nungguin teteh di stasiun parungpanjang dari jam sebelaas.." jawab mamahku spontan dengan penuh rasa khawatirnya.

"Ini masih di Stasiun Palmerah mah..Keretanya banyak gangguan..jadi ini lagi nunggu kereta ekonomi yang ke Rangkas Bitung mah..tungguin dulu gitu ke bapak yaa" timpalku mencoba menjelaskan.

"Kamu ada temen gak neng pulangnyaa ? awas ya inget jangan ketiduran di kereta loh.. nanti kebawa kamu ke rangkas" (Baca dengan nada emak-emak yang lagi khawatir dengan intonasi suara full volume) Tiba-tiba mamahku manggil aku dengan sebutan "neng", karena terbawa rasa khawatir yang tinggi.

"Sendirian mah, sama siapa lagi atuhh...gak ada yang kenal..iya tenang aja, naik kereta ekonomi mh mana bisa tidur mah" jawabku.

selanjutnya aku hanya mendengarkan mamahku mengoceh kesana kemari karena mengkhawatirkanku.

Ning nong nongg neng...neng nong nenng nenggg..

Terdengar Alarm Announcer di area stasiun dan di lanjut dengan suara Announcernya.

"Perhatikan di jalur satu dari arah Timur persiapan masuk kereta Terakhir Ekonomi Lokal tujuan akhir Stasiun Rangkas Bitung. Periksa dan teliti tiket serta barang bawaan anda dan pastikan tidak tertinggal, selalu menunggu di belakang garis aman peron demi keselamatan diri anda." (Suara Announcer)

"duhh..baru pertama kali nih jam segini naik kereta ekonomi, mudah-mudahan gak ada preman dan orang-orang aneh" cemasku dalam hati.

Saat itu aku memilih tempat duduk dengan posisi yang searah dengan lajunya kereta juga melihat situasi penumpangnya, saat itu aku mendadak seperti orang yang pandai menilai orang dengan melihat mimik mukanya. Aku memilih duduk dekat ibu-ibu yang sedang menggendong anak dan nampaknya dia orang baik. begitulah pikiranku. Tapi ternyata ibu-ibu itu turun terlebih dahulu dibandingkan aku, spontan agak sedikit kaget dan khawatir sih, tapi aku berusaha untuk tetap santai dan tidak gugup.

Saat itu aku mencoba melihat keadaan sekitar gerbong kereta ekonomi, sebenarnya aku sedang mencoba menghitung jumlah penumpang didalamnya sih..karena rasa khawatirku masih sangat tak terkendali.
Namun tiba-tiba, saat aku menoleh ke belakang kursi yang aku duduki sedari tadi, aku melihat dua orang laki-laki paruhbaya yang sepertinya sedari tadi sudah mengamatiku dari kursinya dibelakangku. Bentuk tubuh mereka berdua sungguh sangat membuatku takut dan berimajinasi seperti di sinetron-sinetron, ada yang bertubuh tinggi besar dan memiliki otot yang sangat kekar, berkulit coklat pekat, memakai topi yang biasa aku sebut "topi penjahat" (korban sinetron lagi) dengan kaos hitam oblong dan bercelana jeans gombrang berkantung banyak disetiap sisinya. Dan yang satunya berperawakan tubuh kecil dan berbadan kurus namun dengan warna kulit yang sama dan memakai topi biasa. Lebih khawatirnya, salah satu dari mereka tersenyum kepadaku.
Saat itu pula aku berusaha langsung mengalihkan pandanganku ku depan dan mengamankan barang bawaanku termasuk ponsel yang aku genggam saat itu. 

"Ya Allah semoga gak ada apa-apa" cemasku memuncak.

Kemudian...

"Neng, kok sendirian terus..?

(aku spontan menoleh kearah suara yang sepertinya bertanya kepadaku)
Dan ternyata memang benar, mereka berdua yang sedari tadi mengamatiku dari belakang nampaknya sekarang berpindah duduk tepat dihadapanku.

"hahh...eee...i.iyaa pak" jawabku pelan dengan nada penuh rasa ketakutan.
"Hoosshh..gimana iniiiii.." hatiku berbicara

"Kita mah tiap hari kalo pulang malem suka liat si neng terus pulang sendirian dari stasiu palmerah, pulangnya ke parungpanjang kan ya neng?" tanya salah satu dari mereka, tapi jika aku menilai dari nada suaranya, terdengar seperti orang baik-baik, dan aku pun mencoba memberanikan diri untuk terus menjawabnya.

"iya pak, ke parungpanjang, tapi rumahnya mh di legok pak, di jemput sama bapak." jawabku.

"oohh di legok, kirain orang parungpanjang, kenalin nih saya Agus, ini Muit, jangan takut-takut neng, kita mh kaga ngapa-ngapain..hahaha cuma tadi kesian aja liat neng sendirian apalagi naik kereta ekonomi begini." jawabnya.

Wah ternyata benar mereka kedengarannya seperti orang yang baik, karena di sela-sela pembicaraannya mereka selalu menyelipkan canda dan tawa, lalu tidak lama mereka memberitahukan pekerjaan mereka masing-masing kepadaku, alamat rumah dan banyak lagi yang mereka ceritakan kepadaku.

"neng emang suka pulang jam segini terus kalo malem? kalo sendirian aja mh pulangnya bareng kita aja yee kan muitt? soalnye kita juga biasanya pulang bareng ame yg lainnye, banyakan, cuma malem ini mh kaga ketemu." pak Agus berusaha membuat aku nyaman di dekat mereka.

"Oh iya pak In Shaa Allah kalo saya masuk sift 2 lagi.. :) " jawabku singkat namun agak sedikit merasa sudah nyaman dengan mereka.

Akhirnya kereta berhenti di Stasiun Parungpanjang tepat pukul 00.50 dan aku pun berpamitan dengan mereka.

"Pak saya duluan yaa.. :) " teriakku.
"iyaa neng..hati-hati neng dijalannya yak" sahut mereka hampir bersamaan.

Dengan langkah cepat dan setengah berlari aku segera mendekati kediaman bapakku yang entah sudah berapa jam menunggu kedatanganku saat itu diluar stasiun.
Yang lebih mengkhawatirkannya lagi, ternyata bapakku sampai tertidur diatas motor tuanya dengan posisi kedua tangan menahan kepala dan telungkup tepat diatas stang motor.

"Assalamualaikum..pakkk..pakkk...hehee..hayu pulang..maap yak pak.. :D" aku membangunkan bapakku.

"ehh...ehh.. (kaget) iya hayu teh..malem amatt lagian...bapak ngantuk banget..hayu" jawab bapakku dengan nada suaranya yang terdengar serak dan sayup.


(Bersambung)

Minceu lelah ngetiknya 😂



Saturday, November 17, 2018

Part 4

6.30 am.

Pagi itu aku menemukan beberapa lembar uang kertas lusuh dan secarik kertas diatas lemari es yang bertuliskan,

 "Ini uang buat ongkos teteh kerja sama buat ongkos dede sekolah, bubur buat sarapan kalian ada di lemari dapur ya, mamah sama bapak berangkat kerja"

Ini sudah menjadi hal biasa yang aku alami dirumah sempit ini, hal yang pertama aku lihat saat membuka mata adalah ruangan yang gelap dan adikku yang masih tertidur pulas berada tepat disampingku, dan seperti biasa kedua orangtuaku selalu menyiapkan bubur ayam untuk kami sarapan sebelum mereka benar-benar meninggalkan kami berdua.

kedua orangtuaku memang sangat pekerja keras untuk membiayai kehidupan kami sebagai anak-anaknya, pagi buta mereka sudah menyingsingkan lengan bajunya untuk mengais rejeki, mamahku dengan seragam PT. UFU kesayangannya pagi sekali sudah berada di tempat dimana bis jemputannya akan membawanya pergi ke suatu tempat yang sangat berisik di ujung kota Tangerang, dan biasanya bapakku lah yang selalu setia mengantar mamahku menuju tempat penjemputan bis karyawan.

Hari itu aku bangun agak siang karena semalaman tidak bisa tertidur, karena hari ini aku masuk sift dua di toko jadi untuk bangun agak siang rasanya tak jadi masalah. Bahkan disaat aku libur kerja kedua orangtuaku tidak pernah membangunkanku di pagi hari, karena mengingat pekerjaanku yang cukup berat dan waktu tempuh perjalanan yang lumayan cukup jauh mereka sangat memaklumi dan sangat prihatin kepadaku sepertinya.

"dek..dek..banguuuun...deekkkkk...weyy...weyy...woooyyyyyyyy 😠 sekolah dekk udah siaaaang"

Nah, itulah cara andalanku untuk membangunkan adikku yang sangat super kebluk dirumah ini.
Setelah adikku bangun dia langsung bergegas untuk mandi, berseragam dan sarapan bersamaku sembari melihat tontonan favorit "Spongebob Squarepants" .
Adikku saat itu masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5. Diusianya, dia termasuk anak yang sangat mandiri dan cukup mengerti, karena setiap pagi dia selalu bersiap dan berseragam sendiri, bahkan ingin sekali rasanya aku mengantarnya ke gerbang sekolah, tapi dia selalu menolak dan mengatakan malu.

10.00 am.

Aku sudah bersiap untuk berangkat kerja.
Sebenarnya jadwal masuk di tempat kerjaku untuk shift dua adalah jam 15.00 tapi seperti biasa aku selalu berangkat lebih awal dari jam keberangkatan normal.
jam 10.20 aku sudah duduk manis di dalam angkutan umum, aku biasa menyebut alat transportasi ini dengan sebutan "Ancot" plesetan dari kata "Angkot" haha.

Sekitar pukul 10.58 aku sudah berada di depan pintu masuk Stasiun Parungpanjang, dan berjalan dengan santainya menuju pintu mesin gate in dan segera menempelkan kartu multi tripku yang sedari tadi terkalung di leherku.
"Sisa saldo anda Rp. 20.000,-" tertulis dengan jelas dilayar kecil mesin gate in sisa saldo yang masih tersedia di kartu multi tripku saat itu.

"Hoshh...masih aman nih saldonya sampe besok pagi." ucapku dalam hati. Menurutku, kartu multi trip ini salah satu elemen terpenting dalam perjalananku menuju tempat kerja, sisa saldo yang harus aku cek setiap hari membuat jantungku berdetak lebih cepat saat ingin mengetahui hasilnya. Karena jika sisa saldo kurang dari Rp. 15.000,- aku harus segera meminta uang lebih pada mamahku. Meskipun aku bekerja dengan jerih payahku sendiri, untuk persoalan uang semuanya aku serahkan kepada mamahku, karena mamah orang yang sangat pandai mengatur keuangan di keluarga ini, jadi semua gaji bulananku aku serahkan semua pada mamah, berikut ATM card ku.
Apakah aku sudah terlihat seperti anak yang baik dan penurut? hahaha...

pukul 11.20 kereta yang saat itu aku tumpangi melaju dengan kecepatan normal yakni 40 km/jam.
Seperti biasa aku menaiki gerbong 3 dari belakang kereta, mungkin lebih tepatnya di gerbong 8 dari depan.

"Hei Cha, waduuhhh..baru ketemu lagi dah kite yee"  Teriak salah satu penumpang KRL yang aku kenal dengan logat bahasa betawinya yang kental, namanya Pak Agus. Dia salah satu orang yang sudah memperkenalkan aku dengan beberapa pengguna KRL lainnya.

"lah si bapakk..kemane ajee pakk ? malem kaga pernah liat dah di gerbong 3" timpalku dengan logat bahasa betawi yang biasa aku dengar di ibu kota.

"duh iyaa nih, saya masuk pagi terus cha, lah yang laen kaga ketemu emangnye? pak muit, pak basir, ame yang lainnye ?" tanyanya lagi.

Kedengarannya kenalanku di KRL ini bapak-bapak semua ya? haha..
benar sekali, semua kenalanku di KRL ini semuanya mayoritas Bapak-bapak, dan mereka sangat baik kepadaku, bahkan mereka yang sering menjagaku ketika aku pulang sangat larut malam sekali di KRL, terkadang saya lihat gerbong tiga ini sudah seperti rumah ketigaku setelah toko tempat kerjaku yang menduduki status rumah keduaku.

"wah..belum ketemu mereka lagi nih pak, soalnya icha masuk pagi terus kemarin, tapi walaupun masuk pagi, sampe rumah tetep aja malem, jam 10 sampe jam 11an...hahaha" jawabku dengan penuh canda.
Di kereta, aku dan pak Agus sering bercerita tentang hal pekerjaan, orangtua, kesehatan, juga tentang semua hal yang menarik dan tentunya jika sudah bersama beliau perutku selalu hilang keseimbangan, karena selalu tertawa terbahak-bahak dibuatnya.

Sesampainya di Stasiun Palmerah pukul 12.15 aku dan pak Agus segera turun dari kereta dan berjalan menuju mesin gate out.
Kita berpisah di luar stasiun, karena tujuan kita tentunya berbeda, pak Agus menaiki angkutan umum Metro mini, sedangkan aku di jam 12.17 masuk menuju Masjid yang berada tepat di samping Stasiun Palmerah. Ini alasanku kenapa harus berangkat kerja lebih awal dari jam keberangkatan normal, karena aku harus mengejar waktu sholat dzuhur dan sisa waktunya bisa aku pakai untuk istirahat sejenak atau bahkan makan siang terlebih dahulu.


(Bersambung)



Wednesday, October 31, 2018

Part 3


Malam itu pada pukul 7.30 pm.
Aku keluar dari tempat kerjaku dan berjalan menuju Stasiun Palmerah, dari jarak kurang lebih 100 meter terdengar suara klakson Commuter Line yang sangat keras, dan sang announcer PPKA pun sudah menyebutkan Semboyan Lima yang artinya kereta sudah diperbolehkan untuk berangkat.

"Hosshh...ketinggalan dah gw" gerutuku pelan, yang saat itu baru saja sampai di pintu masuk stasiun.
Saat itu suasana stasiun Palmerah terlihat  sedikit sepi karena kereta Commuter Line yang baru saja lewat sudah 85% berhasil membawa penumpangnya masuk kedalam.

"15 menitan lagi kereta berangkat dari stasiun Tanah abang, yoshh, pasti masih rame banget nih, naik gak yaaa, atau nunggu sampe sepi dulu kali ya.." gumamku dalam hati sambil bersandar diujung peron tepat dibawah lampu stasiun yang sedikit redup.

Aku memang sudah terbiasa berjalan sendirian kemanapun yang aku mau, selama aku masih merasa aman dan nyaman aku akan tetap berjalan sendirian. Karena menurut aku, berjalan sendiri itu bukan suatu hal yang dianggap kesepian, berjalan kemanapun sendirian saat berada ditempat orang atau ditempat yang baru kita kunjungi itu suatu hal yang sangat menantang dan menyenangkan bagiku .

Bahkan sering sekali aku lupa waktu hanya karena ingin sendiri, menikmati suasana malam di area stasiun, mengamati orang banyak, mengamati kereta-kereta yang melintas, mendengarkan dengan jelas suara announcer yang memberitahukan informasi tentang keberangkatan kereta selanjutnya, melihat petugas Cleaning Service membersihkan area stasiun, memperhatikan cara kerja petugas PKD di area peron stasiun, bahkan sampai hafal semua wajah PKD yang bertugas distasiun itu, kalau sampai larut malam biasanya aku mengajak ngobrol salah satu PKD paruhbaya yang sering duduk di area peron 1, sampai kami akrab dan dia sering berbicara banyak tentang keluarganya.

Setelah waktu menunjukan pukul 9.15 pm aku melihat suasana di area stasiun sudah sangat sepi, inilah keadaan yang sangat aku sukai. Kereta pun datang dari arah Stasiun Tanah abang dengan melaju sangat cepat.
"Pak, Saya naik kereta ini yaa, kayaknya udah sepi deh." ucapku kepada bapak PKD yang dari tadi mengobrol denganku.
"Oh iya neng, hati-hati ya neng dijalannya." Jawab bapak PKD paruhbaya itu sambil berdiri dan mengamankan area peron.
Aku mengangguk dan tersenyum sambil melangkah menuju gerbong 3 kereta dari belakang, Ya seperti yang pernah aku bilang gerbong 3 adalah gerbong kesukaanku.

"Nomor yang anda tuju sedang berada diluar jangkauan...blablablabla" Suara operator perempuan dari salah satu provider yang aku hubungi terdengar sangat lembut dan manis namun sangat menjengkelkan bagiku pada malam itu.

"duhh..kok nomor mamah gak aktif ya, bentar lagi udah mau sampe serpong nih" Cemasku.

Karena sudah menjadi suatu kebiasaanku saat dalam perjalanan pulang harus mengabari orang rumah sebelum sampai distasiun akhir, biasanya bapakku lah yang menjemputku di stasiun akhir perjalananku yaitu stasiun Parungpanjang.

Berulang kali aku menghubungi orang rumah dan masih tetap terdengar suara perempuan yang menyebalkan.
Setibanya distasiun Parungpanjang pada pukul 10.20 pm. Kecemasanku semakin menjadi-jadi, karena kalau sampai bapakku tidak menjemputku, aku tidak tahu harus pulang dengan apa dan siapa. Karena saat pulang kerja, aku jarang sekali mendapatkan uang lebih di saku ku. Uang yang orangtuaku beri selalu pas-pasan dan sudah di perhitungkan dengan tepat. Jadi kalo ingin ada uang sisa di saku ku, aku harus berhemat atau setidaknya tidak makan siang di tempat kerja.

Saat aku berjalan menuju pintu keluar dan menuju ke arah tempat biasa bapakku menjemputku, aku sangat berharap bapakku sudah ada disana dengan jaket tebalnya dan masker kupu-kupunya.

Tap..tap..tap..tap..!
Suara sepatuku berdetap saat berlari dengan rasa khawatir.

"Yoooshh... bapak belum ada kaaaan 😭, gimana iniiii.." gerutuku kesal.
Langsung saja aku mengambil ponselku dan kembali mencoba menelepon orang rumah.
Dan yang terdengar masih suara operator perempuan yang menyebalkan.

"Neng, mau kemana neng..hayu neng ngojek aja neng!!!" Ajak salah satu ojek pangkalan yang selalu mangkal di area stasiun itu.

"Enggak bang, mau dijemput" jawabku singkat.
"Udah jam segini mah mana dijemput neng, udah tidur kali neng, ayolah sama abang aja." Timpal abang ojek yang menurutku sangat membuat tidak nyaman dan menambah rasa cemasku saat itu.
Aku sangat ingat pesan mamah dan bapakku untuk tidak naik ojek saat pulang malam karena pada saat itu sedang marak sekali terjadinya kasus penculikan dan pemerkosaan.

"Tiiin..tiinnn...tiinn.."

Terdengar suara klakson motor yang sangat lemah dengan sorotan lampu yang sangat redup dari ujung jalan. Terlihat olehku motor tua dengan sosok laki-laki paruhbaya diatasnya dibalut dengan jaket tebal yang usang dan masker kupu-kupu andalannya. Ya, itulah bapakku.

"Tehh..tehhh..duhh bapak sama mamah ketiduran nungguin telepon teteh dari jam 8 gak ada aja, kirain pulang jam 1 lagi" ucap bapakku saat menghampiriku dengan motor tuanya.
"Icha tadi abis selesai sift tidur dulu pak di mess, trus sengaja nungguin kereta sepi dulu, soalnya biar bisa duduk pak, udah capek banget soalnya." jawabku lemas
"ohhh..yaudah atuh hayu pulang" Timpal bapakku dengan logat bahasa Tangerangnya yang kental.

Setibanya dirumah sekitar jam 11.00 pm.
Benar saja, mamah dan adikku sudah sangat pulas tertidur, karena pada saat itu mamah juga seorang pekerja buruh pabrik sekaligus ibu rumah tangga, jadi sangat lebih lelah baginya untuk menambah ekstra waktu menungguku pulang kerumah.

Seperti biasa, dirumah kontrakan ini kita semua tidur secara bersama diruang tengah dengan alas kasur busa dan beberapa kasur lantai seadanya yang disejajarkan dengan beberapa bantal dan guling yang sudah menua bahkan ada beberapa bantal dan guling yang katanya seusia denganku. Wahh..kebayangkan betapa nyamannya bantal dan guling yang sudah tua itu saat dipakai.

"Teh, udah pulang?" Tanya mamahku dengan nada lirih dan sangat lelah sepertinya.
"Udah mah, barusan." Jawabku sambil berganti pakaian dengan pakaian tidur.
"Udah makan belum? noh ada Chicken dilemari disisain sama dede buat teteh makan katanya."Lanjut mamahku.
"Iya mah, ini mau makan."jawabku sambil berjalan menuju dapur.

Adikku ini memang sangat suka sekali dengan goreng ayam yang diselimuti tepung alias "chicken". Karena semua anggota dirumah ini jarang ada yang dirumah, jadi untuk makanan sehari-hari kita lebih sering beli diluar dan dimakan bersama dirumah, biasanya mamah beli lauk pauk di warteg atau beli chicken kesukaan adikku.

(Bersambung)

Thursday, October 25, 2018

Part 2


Tepat pada pukul 5.46 aku tiba di stasiun tujuanku, stasiun Palmerah. Aku segera mengeluarkan kartu multi trip ku dan menempelkannya di mesin tap out, kemudian berjalan menuju pintu keluar barat dan menyebrang menuju arah pasar palmerah. Pada saat itu stasiun palmerah masih dalam keadaan belum di renovasi dan belum tersedia jembatan penyebrangan khusus.
Stasiun Palmerah sebelum di renovasi
Oh ya,  kali ini aku berjalan bersama cici, temanku. Biasanya cici juga bersama ayahnya dan teman-teman ayahnya, tapi kali ini ayahnya dan temannya itu mampir sejenak di salah satu warung tegal (warteg) pinggir pasar palmerah untuk sarapan terlebih dahulu. Aku dan cici bergegas menuju bahu jalan untuk menunggu angkot M11/M09 menuju arah Slipi, setelah sekian lama aku dan cici menunggu angkot akhirnya datang juga dan kita segera naik, sekitar 5 menit di perjalanan kita berpisah, aku berhenti di salah satu gang yang biasa di sebut gang Sekolah Regina Pacis, karena memang di gang tersebut terdapat beberapa bangunan sekolah yang sangat luas namun terhimpit beberapa gedung perusahaan dan gedung apartemen. Sedangkan cici temanku masih harus meneruskan perjalanannya menuju kantornya saat itu di Dinas Pertamanan Jakarta Selatan.

Sore hari waktu menunjukkan pukul 17.00 wib. Saat itu aku sudah selesai bekerja di sift pertamaku dan lanjut sift berikutnya oleh teman-temanku yang lain.
"Cha lu mau balik jam berapa?" tanya salah satu rekan kerjaku.
"Ahh, bentaran dulu kak, gue masih capek, hari ini toko rame banget, area sales aja berantakan banget, gue kewalahan dan jam segini tuh di stasiun palmerah pasti bejubel kak..gue mau tiduran bentar, nanti adzan maghrib bangunin gue yah kak !" jawabku dengan nada lirih dan setengah memejamkan mata.
"lu mah kebiasaan balik malem mulu, emang kaga di khawatirin apa sama orangtua lu?" tanya temanku penasaran.
"kaga kak tutiiii...mereka udah biasa liat gue berangkat kerja gelap pulang gelap..udah ah gue ngantuk banget lumayan ada waktu satu jam buat gue tidur, biar gue nanti kuat berdiri di kereta kak." jawabku lagi.
"iyee..iyee...yaudah dah gue lanjut kerja yak." timpalnya sambil pergi meninggalkanku yang sedang terbaring didalam mess toko.

Kak Tuti ini salah satu atasanku di toko, saat itu jabatannya sebagai Asisten Kepala Toko (Acos). Dia salah satu atasan sekaligus teman yang sangat mengerti dan tahu betul keadaanku, setiap hari dia selalu menanyakan apakah aku sudah makan atau belum, makan apa dan dimana. Ya, peran dia memang seperti kakakku juga yang sering sekali berbagi makanan dan minuman kepadaku, sifatnya yang sangat cerewet, gesit, jail, perhatian, tulus dan periang membuatku sangat nyaman untuk berteman dan bekerja bersamanya, pokonya teman terbaik yang pernah aku kenal di Jakarta.

Kak Tuti 
"Cha..cha..ICHAAAA banguuuuuun" teriak suara kak tuti yang sangat nyaring dan berisik.
"Ya Allah kak tutiii..gue gak sebudeg ituuu kalii lu biasa ajeee." jawabku kesal karena sangat kaget mendengar suaranya yang sangat melengking.
"Hahaha.. lagian lu PEA banget dah, betah banget di toko, orang yang rumahnya deket aja udah ngacir dari jam 4 teng dari toko, lah elu yang rumahnya jauh nyebrang hutan dan lautan jam segini masih molor di toko..hahaha." timpalnya meledekku dan itu sudah menjadi hal yang biasa aku dengar.

Di tempat kerja, saat itu memang hanya aku yang memiliki domisili terjauh dari toko tempatku bekerja. Dan aku salah satu orang yang paling rajin buka toko paling pagi tapi paling malas untuk pulang, karena di jam waktu pulang kerja itu selalu padat sekali di kereta, membayangkannya saja sudah lemas duluan, hehe.

(Bersambung)




Wednesday, October 24, 2018

Part 1

Saat itu pada tahun 2014.

Kring...kring...kring..
Alarm berbunyi pada pukul 3.30 am. "Teh..tehh..banguun..alarm noh bunyi" seru mamaku saat membangunkanku yang saat itu tidur tepat disampingku. Mama memang selalu tidur disampingku, adikku dan bapakku juga selalu disampingku. Ya, kita semua tidur bersama dalam satu ruangan, itu karena kami hanya tinggal disebuah rumah kontrakan yang hanya berukuran kurang lebih 4 x 12m. 

Seperti biasa aku selalu bangun lebih awal dirumah ini, karena pada saat itu aku sedang bekerja disalah satu perusahaan retail yang jam kerjanya harus sangat pagi sekali. Setelah mama membangunkanku, mama kembali tidur  dan aku pun bergegas pergi ke kamar mandi dan bersiap-siap. 

"mah..mah..icha mau berangkat nih, minta ongkosnya mah.." rengekku kepada mamaku saat minta ongkos untuk berangkat kerja. 
"ambil aja di tas mama yang digantung dibagian resleting dalem" singkat mama seperti biasa dan masih dengan mata terpejam. 
Setelah berhasil merogoh tas mamaku dan mengambil ongkos aku pun berjalan keluar rumah dengan langkah sangat cepat dan segera menuju ke terminal angkutan umum, dalam hati selalu berharap "Ya Allah semoga angkotnya gak ngtem lama" karena pada saat itu waktu sudah menunjukkan pukul 4.15 dan aku harus mengejar jadwal keberangkatan kereta Commuter Line (KRL) Parungpanjang-Tanah Abang pada pukul 4.46.
Saat sesampainya di terminal sangat kebetulan sekali angkotnya sudah mau berangkat dan aku langsung saja naik, perjalanan menuju stasiun kereta memakan waktu 20 menit, masih ada waktu 11 menit untuk mengejar jadwal keberangkatan kereta saat itu.

Tepat didepan pintu masuk stasiun Parungpanjang aku berlari dan segera melewati mesin tap in untuk segera melewati peron jalur 3 dan segera memasuki gerbong favoritku yaitu gerbong 3 dari belakang, alasanku menyukai gerbong ini karena di gerbong ini aku selalu bertemu dengan orang yang sama setiap harinya dan hampir 80% penumpang di gerbong 3 ini turun di stasiun yang sama denganku yaitu stasiun Palmerah. Aku mengenal beberapa orang di gerbong ini karena sangat seringnya aku duduk disamping mereka, aku juga bisa tidur dengan sangat nyenyak saat diperjalanan karena mereka yang mengenalku selalu membangunkanku saat aku terlelap dibangku kereta begitupun sebaliknya aku selalu melakukan hal yang sama kepada mereka. 

"Hei cha disini nihh..!!!" teriak salah satu orang yang aku kenal di gerbong itu. Wah ternyata mereka menyisakan ruang untuk aku duduk di gerbong itu, "makasih yaa cii..hehe" jawabku dengan senyum kecil ketika menghampiri temanku " kok tumben udah jam segini baru dateng cha?" tanya cici.
"iya nih ci, tadi sebel banget angkotnya  pelan banget dijalan mentang-mentang masih pagi, blablablabla" gerutu kekesalanku saat itu.

(Bersambung)