6.30 am.
Pagi itu aku menemukan beberapa lembar uang kertas lusuh dan secarik kertas diatas lemari es yang bertuliskan,
"Ini uang buat ongkos teteh kerja sama buat ongkos dede sekolah, bubur buat sarapan kalian ada di lemari dapur ya, mamah sama bapak berangkat kerja"
Ini sudah menjadi hal biasa yang aku alami dirumah sempit ini, hal yang pertama aku lihat saat membuka mata adalah ruangan yang gelap dan adikku yang masih tertidur pulas berada tepat disampingku, dan seperti biasa kedua orangtuaku selalu menyiapkan bubur ayam untuk kami sarapan sebelum mereka benar-benar meninggalkan kami berdua.
kedua orangtuaku memang sangat pekerja keras untuk membiayai kehidupan kami sebagai anak-anaknya, pagi buta mereka sudah menyingsingkan lengan bajunya untuk mengais rejeki, mamahku dengan seragam PT. UFU kesayangannya pagi sekali sudah berada di tempat dimana bis jemputannya akan membawanya pergi ke suatu tempat yang sangat berisik di ujung kota Tangerang, dan biasanya bapakku lah yang selalu setia mengantar mamahku menuju tempat penjemputan bis karyawan.
Hari itu aku bangun agak siang karena semalaman tidak bisa tertidur, karena hari ini aku masuk sift dua di toko jadi untuk bangun agak siang rasanya tak jadi masalah. Bahkan disaat aku libur kerja kedua orangtuaku tidak pernah membangunkanku di pagi hari, karena mengingat pekerjaanku yang cukup berat dan waktu tempuh perjalanan yang lumayan cukup jauh mereka sangat memaklumi dan sangat prihatin kepadaku sepertinya.
"dek..dek..banguuuun...deekkkkk...weyy...weyy...woooyyyyyyyy 😠sekolah dekk udah siaaaang"
Nah, itulah cara andalanku untuk membangunkan adikku yang sangat super kebluk dirumah ini.
Setelah adikku bangun dia langsung bergegas untuk mandi, berseragam dan sarapan bersamaku sembari melihat tontonan favorit "Spongebob Squarepants" .
Adikku saat itu masih duduk di bangku Sekolah Dasar kelas 5. Diusianya, dia termasuk anak yang sangat mandiri dan cukup mengerti, karena setiap pagi dia selalu bersiap dan berseragam sendiri, bahkan ingin sekali rasanya aku mengantarnya ke gerbang sekolah, tapi dia selalu menolak dan mengatakan malu.
10.00 am.
Aku sudah bersiap untuk berangkat kerja.
Sebenarnya jadwal masuk di tempat kerjaku untuk shift dua adalah jam 15.00 tapi seperti biasa aku selalu berangkat lebih awal dari jam keberangkatan normal.
jam 10.20 aku sudah duduk manis di dalam angkutan umum, aku biasa menyebut alat transportasi ini dengan sebutan "Ancot" plesetan dari kata "Angkot" haha.
Sekitar pukul 10.58 aku sudah berada di depan pintu masuk Stasiun Parungpanjang, dan berjalan dengan santainya menuju pintu mesin gate in dan segera menempelkan kartu multi tripku yang sedari tadi terkalung di leherku.
"Sisa saldo anda Rp. 20.000,-" tertulis dengan jelas dilayar kecil mesin gate in sisa saldo yang masih tersedia di kartu multi tripku saat itu.
"Hoshh...masih aman nih saldonya sampe besok pagi." ucapku dalam hati. Menurutku, kartu multi trip ini salah satu elemen terpenting dalam perjalananku menuju tempat kerja, sisa saldo yang harus aku cek setiap hari membuat jantungku berdetak lebih cepat saat ingin mengetahui hasilnya. Karena jika sisa saldo kurang dari Rp. 15.000,- aku harus segera meminta uang lebih pada mamahku. Meskipun aku bekerja dengan jerih payahku sendiri, untuk persoalan uang semuanya aku serahkan kepada mamahku, karena mamah orang yang sangat pandai mengatur keuangan di keluarga ini, jadi semua gaji bulananku aku serahkan semua pada mamah, berikut ATM card ku.
Apakah aku sudah terlihat seperti anak yang baik dan penurut? hahaha...
pukul 11.20 kereta yang saat itu aku tumpangi melaju dengan kecepatan normal yakni 40 km/jam.
Seperti biasa aku menaiki gerbong 3 dari belakang kereta, mungkin lebih tepatnya di gerbong 8 dari depan.
"Hei Cha, waduuhhh..baru ketemu lagi dah kite yee" Teriak salah satu penumpang KRL yang aku kenal dengan logat bahasa betawinya yang kental, namanya Pak Agus. Dia salah satu orang yang sudah memperkenalkan aku dengan beberapa pengguna KRL lainnya.
"lah si bapakk..kemane ajee pakk ? malem kaga pernah liat dah di gerbong 3" timpalku dengan logat bahasa betawi yang biasa aku dengar di ibu kota.
"duh iyaa nih, saya masuk pagi terus cha, lah yang laen kaga ketemu emangnye? pak muit, pak basir, ame yang lainnye ?" tanyanya lagi.
Kedengarannya kenalanku di KRL ini bapak-bapak semua ya? haha..
benar sekali, semua kenalanku di KRL ini semuanya mayoritas Bapak-bapak, dan mereka sangat baik kepadaku, bahkan mereka yang sering menjagaku ketika aku pulang sangat larut malam sekali di KRL, terkadang saya lihat gerbong tiga ini sudah seperti rumah ketigaku setelah toko tempat kerjaku yang menduduki status rumah keduaku.
"wah..belum ketemu mereka lagi nih pak, soalnya icha masuk pagi terus kemarin, tapi walaupun masuk pagi, sampe rumah tetep aja malem, jam 10 sampe jam 11an...hahaha" jawabku dengan penuh canda.
Di kereta, aku dan pak Agus sering bercerita tentang hal pekerjaan, orangtua, kesehatan, juga tentang semua hal yang menarik dan tentunya jika sudah bersama beliau perutku selalu hilang keseimbangan, karena selalu tertawa terbahak-bahak dibuatnya.
Sesampainya di Stasiun Palmerah pukul 12.15 aku dan pak Agus segera turun dari kereta dan berjalan menuju mesin gate out.
Kita berpisah di luar stasiun, karena tujuan kita tentunya berbeda, pak Agus menaiki angkutan umum Metro mini, sedangkan aku di jam 12.17 masuk menuju Masjid yang berada tepat di samping Stasiun Palmerah. Ini alasanku kenapa harus berangkat kerja lebih awal dari jam keberangkatan normal, karena aku harus mengejar waktu sholat dzuhur dan sisa waktunya bisa aku pakai untuk istirahat sejenak atau bahkan makan siang terlebih dahulu.
(Bersambung)
Saya suka cerita rumah sempit..
ReplyDeleteDitunggu selanjutnya
Semangat
Iya makasih kak sandy... Cuma ngumpulin mood buat nulisnya susah banget ��
ReplyDelete